Memupuk Rasa Percaya Diri

Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari “tidak pede” dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Sudah tentu, hilangnya rasa percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri, “dulu saya tidak penakut seperti ini….kenapa sekarang jadi begini ?” ada juga yang berkata: “kok saya tidak seperti dia,…yang selalu percaya diri…rasanya selalu saja ada yang kurang dari diri saya…saya malu menjadi diri saya!” , “Sepertinya saya gak bisa dech ?” atau “ saya sering pusing jika dihadapkan untuk bertemu dengan seseorang “ Nanti saya harus bicara apa?, nanti jawabannya bagaimana ?, kalau tidak bisa saya harus apa ?” dan sebagainya itulah berbagai hal yang sering saya tanyakan pada diri saya sendiri atau kadang kala saya ungkapkan pada orang terdekat (suamiku tercinta).
Seperti yang saya alami dan rasakan, bermula dari latar belakang keluarga, saya anak bungsu dari tiga bersaudara. Saya di rumah terkenal vocal dan berani mengungkapkan apa saja yang ada dalam pikiran saya, apalagi ketika selama di SD saya selalu menjadi juara kelas, maka percaya diri saya muncul, saya merasa PD dalam melakukan kegiatan. Hanya saja menjelang SMP saya baru merasakan krisis percaya diri, hal ini bermula dari saya datang dari kampung, harus bergaul dan berkompetisi dengan anak-anak kota yang pintar, cantik dan gaul, itu sedikit banyak menjadi beban dalam pikiran saya, tapi itu tidak menjadi hal yang menyusahkan, karena pada saat yang sama saya menemukan teman yang baik dan saya beruntung bisa mengenal mereka, akhirnya saya di sekolah menjadi empat sekawan (Iis, Eulis, Ema dan Herli atau grupnya Endhira) yang kebetulan anaknya pada pintar dan senang berorganisasi, dan itu menjadi motivasi saya, dengan ajakan mereka akhirnya saya aktif dalam berbagai kegiatan di sekolah dan itu menambah PD saya, dan ketika dibagi raport ternyata saya masuk ranking (berurutan dengan empat temanku). Dari situlah saya merasa kepercayaan diri mulai tumbuh dan yakin akan kemampuan bahwa saya kalau mau berusaha keras pasti bisa, apapun itu.
Sejak saat itu dari SMU sampai perguruan tinggi untuk memupuk rasa percaya diri itu, saya selalu mananamkan bahwa, harus ada sesuatu yang ditonjolkan/dimunculkan sehingga membuat orang lain jadi melirik saya, misalnya yaitu saya selalu berusaha untuk meningkatkan prestasi akademis walaupun tidak yang kesatu paling harus bisa yang kedua atau ketiga, dan itu berhasil, (itulah yang ada dala pikiran saya pada saat itu ) ditambah saya selalu berusaha menjadi teman dengan siapa saja, pendengar yang baik bagi teman-teman yang ada masalah, dan saya selalu berusaha untuk memberikan pendapat atau sekedar memberikan motivasi dan harapan, dan memang begitulah hidup yang selalu dihadapkan dengan berbagai permasalahan, tapi tidak usah khawatir pasti akan ada solusi, kita ambil hikmahnya saja.
Krisis percaya diri itu tidak sampai di situ, saya selalu dihadapkan pada suasana seperti itu kalau kondisinya baru, dan itu selalu jadi pikiran saya, saya selalu membayangkan hal-hal yang negative, atau berandai –andai, kalau begini bagimana ataupun begitu, dan itu sedikit banyak menguras pikiran saya. Kebetulan saya sekarang mengajar di SD yang sedikit banyak juga harus mengeluarkan kemampuan saya untuk berbicara dengan orang tua tentang kondisi anak. Pada awalnya saya selalu bingung dan selalu dipikirkan, tapi saya coba untuk tenang dan ingat pesan “ mengungkapkan apa adanya itu akan lebih mudah walaupun terasa pahit bagi yang mendengarkan, jangan lupa ungkapkan dengan bahasa sopan agar yang mendengar berita walaupun pahit jadi terdengar ……” itulah pesan suamiku. Dan alhamdulillah sampai hari ini untuk berkomunikasi bagi saya jadi lebih mudah.
Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas mungkin hal ini bisa dijadikan gambaran bahwa apapun yang kita hadapi itu memang obatnya juga ada dalam diri kita sendiri. Tapi untuk lebih lanjut maka, langkah-langkah apakah yang harus dilakukan dalam memupuk rasa percaya diri tersebut.
Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa – karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :
• Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
• Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
• Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain – berani menjadi diri sendiri
• Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
• Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
• Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya
• Memiliki harapan, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.
Adapun Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang kurang percaya diri, yaitu :
• Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
• Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
• Sulit menerima kekurangan diri dan memandang rendah kemampuan diri sendiri – namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
• Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
• Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
• Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus
• Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
• Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)

~ oleh iisirma pada Mei 23, 2008.

Tinggalkan komentar